EDITORIAL

"Revolusi Mei berhasil menurunkan Suharto!" demikian slogan media massa Indonesia. Tema "Gerakan Mahasiswa" untuk majalah kita kali ini sengaja dipilih untuk meretrospeksi visi dan gerakan reformasi di Indonesia. Sekalipun demikian media2 pers alternatif menunjukkan ketidak puasan mereka terhadap pemerintahan B.J. Habibie terutama karena B.J. Habibie dikenal sebagai salah satu dari kroni Suharto atau kerabat Cendana.

Ambisinya dalam membangun teknologi tinggi yang banyak menghabiskan dana pembangunan tanpa memberikan hasil yang setimpal dan kemampuannya dalam menjalankan kepemimpinan, tidak dapat membangkitkan dukungan2 politik yang diperlukan, terlebih dalam situasi dimana keadaan ekonomi sudah semakin buruk saja. Usaha2 reformasi yang dilaksanakan selama 2 minggu masa jabatan belum meyakinkan banyak pihak. Saat ini berkembang berbagai interpretasi mengenai Reformasi yang mengaburkan arah reformasi itu sendiri.

Revolusi Mei telah dimulai sejak lama tetapi ada baiknya kita mengamati kejadian2 pada bulan2 ini. Sementara ketidak puasan rakyat meningkat terus akibat krismon, Suharto menunjukkan arogansi kekuasaanya dengan menunjuk putri sulungnya dan kerabatnya Bob Hasan masing2 sebagai mentri sosial dan menperin-perdag. Mahasiswa UI yang selama ini dikenal "konservatif" bangkit bergerak menuntut turunnya Suharto. Hal ini menyulut gerakan2 mahasiswa di berbagai tempat di Indonesia.

Tanggal 15 April 1998 Hendrik Sirait di depan sidang Komisi HAM PBB di Jenewa membacakan testamoninya tentang peristiwa penculikan dan penyiksaan yang dialaminya mulai 1 Agustus hingga 27 Agustus 1996. Pada tanggal 27 April 1998 Pius Lustrilanang didepan Komnas HAM membuka tabir penculikan dan penyiksaan terhadapnya. Tidak lama kemudian Andi Arif dan Desmond memperkuat kesaksian Pius yang mengindikasikan bahwa kasus2 penculikan dan penyiksaan dilakukan secara sistimatis dan dilakukan oleh prajurit2 yang terlatih.

Lebih jauh terpetik berita di kalangan masyarakat bahwa kelompok militer dibawah Letjen. Prabowo dan Mayjen. Syafri Syamsudin (Pangdam Jaya) diduga keras berada dibelakang peristiwa2 penculikan itu. Pangdam Jaya merasa terdesak dan tidak muncul di depan publik selama 10 hari. Kasdam Silalahi yang muncul menggantikan Pangdam dalam memberikan keterangan2 pers 12 mei 1998 terjadi tragedi Usakti dimana 6 mahasiswa ditembak mati sekalipun mereka berada dalam kampus.

Image ABRI dimata siapapun menjadi makin buruk sehingga Pangab Jend. Wiranto merasa terdesak dan mengutus Jend Syamsu komandan POM ABRI untuk melacak penembak mahasiswa2 Usakti. Sinyalemen konflik dalam tubuh ABRI antara Pangab Wiranto-Pangkostrad Prabowo semakin jelas dan frontal. Prabowo cs yang pro Suharto dan yang anti gerakan pro Dem sejak lama memprovokasi kerusuhan2 untuk menjastifikasi intervensi ABRI.

Penjarahan2, pengrusakan2 dan pembunuhan2 tanggal 13 dan 14 Mei 1998 diduga keras diorganisir oleh Letjen. Prabowo dan kelompok2 ninja binaannya. Tindakan2 aktif-agresif pihak Prabowo cs ternyata memancing aktifnya Pangab untuk memulihkan citra ABRI dengan cara membekuk/melemahkan kekuatan Prabowo cs.

Nampaknya konflik antara Wiranto vs. Prabowo sementara ini dimenangkan oleh kubu Jend Wiranto yang melemahkan kelompok Prabowo dan sekaligus mengurangi dukungan ABRI terhadap Suharto sehingga mengantar turunnya Suharto pada Kamis pagi 21 Mei 1998. Revolusi Mei diwarnai oleh pertarungan intern ABRI yang memakan korban jiwa dan merubah konstelasi kekuatan dalam tubuh ABRI. Beberapa saat sebelum itu beberapa pihak termasuk kalangan ICMI, HMI dan fraksi ABRI dari MPR memanfaatkan energi mahasiswa dan mendorong J.B. Habibie untuk naik agar mereka juga ikut naik. Alhasil para mahasiswa harus kembali bergerak menurunkan presiden J.B. Habibie.

Tepatkah istilah Revolusi Mei untuk gerakan2 pro-Dem??


Kembali ke Daftar Isi