Berkunjung ke Pepustakaan Ajip Rosidi

Tawaran dari Rachmat Taufik Hidayat, bos PT Kiblat Buku Utama -penerbit yang fokus usahanya pada penerbitan buku-buku kebudayaan dalam bahasa nasional dan juga Sunda- untuk mengunjungi Ajip Rosidi di Magelang tentu tidak disia-siakan. Kunjungan itu sekaligus untuk mengantar Aas Rukasa, seorang pelukis muda yang bermaksud meminta kesediaan Ajip Rosidi untuk membuka pameran lukisannya di CCF Bandung. Subuhnya, mobil sewaan yang kami tumpangi meluncur menembus kabut pagi menuju Magelang Jawa Tengah.

Kediaman Pak Ajip Rosidi terletak di Mungkid, menjelang pesantren Pabelan Magelang. Hanya beberapa puluh meter dari jalan raya menuju Candi Borobudur. Berada di tengah pesawahan yang dikelilingi tembok, terdiri dari beberapa unit bangunan terpisah dengan ukuran yang berbeda. Bangunan paling besar di komplek kediamannya itu semula saya kira adalah rumah tinggalnya karena bangunan yang paling dekat dari gerbang. Ternyata bangunan itu adalah perpustakaan pribadinya, tempatnya menyimpan lebih dari 40.000-an judul buku dalam berbagai bahasa. Buku-buku yang tersimpan dalam lemari berkaca yang berjajar, tentulah mengingatkan pada umumnya ruang perpustakaan. Sebagian buku tersimpan di dalam kardus yang dijajarkan di dekat dinding dan di atas lemari.

Semua ini tentu saja menunjukkan kecintaan Aip Rosidi pada buku. Buku-buku koleksinya kebanyakan berupa buku sastra, kebudayaan dan agama sesuai minat Pak Ajip Rosidi sendiri. Tentu saja, karena ini perpustakaan pribadi, tidak banyak kursi atau meja seperti di perpustakaan sekolah atau umum. Hanya tersedia satu meja dengan empat kursi antik. Tapi melihat mezanin berlantai parket di lantai atas dibiarkan kosong, sepertinya ruang itu juga menjadi ruang baca secara lesehan.

Arsitektur perpustakaan yang berlanggam arsitektur tropis ini seperti juga wisma tamu, bangunan dapur dan teras makan serta rumah tinggal, dirancang oleh Fauzan Noe'man B.Arch dari biro arsitektur Achmad Noe'man (Birano) Bandung.

Selain sebagai budayawan, Ajip Rosidi juga dikenal sebagai kolektor lukisan dari beragam aliran seni lukis. Dinding tembok perpustakaan ia manfaatkan sebagai tempat menggantung lukisan yang semuanya dibungkus plastik agar terhindar dari debu dan kelembaban mengingat di sekitarnya adalah area pesawahan.

Ruang kerjanya sendiri berada di ruang lain yang bersambung dengan ruang perpustakaan. Di ruang kerjanya ini tentu saja, berbagai macam buku, majalah, koran berserakan dimana-mana, juga di atas meja di samping komputer. Mejanya sendiri sangat besar, dibuat dari kayu jati solid yang tebal dengan kaki dari batu candi.

Menurut Ibu Empat Patimah, istrinya, kegiatan sehari-hari Ajip sekarang (siang sampai malam) berada di perpustakaan itu diseling ke sawah sekali-kali. Setiap hari Ajip hanya tidur empat jam. Pulang ke rumah yang berjarak belasan meter dari perpustakaan hanya untuk makan dan salat.

Di dunia sastra dan kebudayaan Indonesia Ajip Rosidi memiliki tempat sendiri selain juga pernah berperan dalam berbagai organisasi. Ia pernah menjadi redaktur PN Balai Pustaka (1955-1956), ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, pemimpin redaksi majalah kebudayaan Budaya Jaya (1968-1979) dan ketua Dewan Kesenian Jakarta (1972-1981).

Selain menulis, ia juga mengajar bahasa dan budaya Indonesia kepada mahasiswa Osaka Gaikokugo Daigaku (Osaka Gaidai) Osaka, Kyoto Sangyo Daigaku di Kyoto (1982-1996), Tenri Daigaku di Nara (1982-1995) dan di Asahi Cultural Center. Semua itu ia lakukan selama 22 tahun, persisnya sejak April 1981. Lalu, ia juga berbagi dalam bentuk materi berupa hadiah Rancage untuk mendorong pengembangan sastra daerah Nusantara. Lewat Yayasan Rancage yang ia dirikan, setiap tahun memberikan hadiah Rancage kepada karya sastra dalam bahasa daerah Sunda, kemudian bahasa Jawa lalu bahasa Bali. Selama lima tahun di awal kegiatannya yang berhubungan dengan hadiah Rancage itu, ia mengambil dari gajinya sebagai dosen bahasa Indonesia di Jepang.

Terjun ke dunia penulisan dilakukan Ajip Rosidi sejak ia masih menjadi siswa SMP. Minatnya itu ia membuatnya menjadi pemimpin redaksi Majalah Suluh Pelajar (1953-1955) pada usia 15 tahun! (MJ)

Dimuat di MATABACA Oktober 2006

KEMBALI